Remaja cinta dan Platonic
jadi inget masa SMU
Siapa yang tak kenal dengan Kahlil Gibran? “Sang Nabi” dari Libanon ini terkenal dengan romantisme yang tertuang dalam cerita dan sajak-sajaknya. Namanya telah melegenda sebagai seorang penulis yang mampu mengeksplorasi perasaan menjadi untaian kata-kata yang mendayu indah. Ia mampu membangkitkan sudut terindah hati pembacanya melalui metafora-metafora yang –bisa dikatakan- terilhami oleh keindahan alam. Tak hanya tentang kebahagiaan, ia juga mampu menghidupkan rasa duka mendalam, hingga tak jarang mengundang air mata. Pertanyaan sederhana barangkali muncul; dari manakah ia memperoleh inspirasi
Tak dapat dipastikan dari mana Gibran memperoleh ide untuk kata-katanya yang lihai itu. Barangkali sudah merupakan bakat alami. Namun mengenai kata-kata romantis dan atau sajak-sajak yang indah, ada suatu pendapat yang menyatakan bahwa seseorang yang sedang jatuh cinta atau sedang melakoni percintaan cenderung mempunyai kemampuan untuk merangkai kata-kata yang aduhai. Dan mengenai Gibran sendiri, tak banyak cerita yang terungkap tentang perjalanan cintanya. Kalaupun ada, para penikmat karyanya hanya bisa menebak melalui tulisannya.

Suatu riwayat menyatakan bahwa “Sang Nabi” ini pernah menjalin cinta dengan seorang wanita yang bernama May Ziadah, atau yang sering dipanggil Mary. Masa itu, Mary adalah seorang yang kritikus sastra. Ia sering mengkritik karya-karya yang baru diterbitkan, terutama karya Gibran. Dari kesukaannya itu, ia kemudian mengirmkan surat kepada Gibran yang berisi tentang kritik terhadap tulisan-tulisan Gibran.

Gibran tentunya senang karena memperoleh kawan yang bisa diajak berbagi. Dari itulah kisah Gibran dan Mary berawal. Anehnya, disebutkan bahwa antara Gibran dan Mary tidak pernah bertatap muka. Mereka hanya saling bertukar kabar melalui surat. Hal ini dapat dilihat dalam kumpulan surat cinta Kahlil Gibran. Disana dicantumkan sejumlah surat dari Gibran kepada Mary yang berisi tentang kata-kata yang –tetap- berbunga-bunga. Disebutkan juga bahwa suatu ketika Gibran melarang Mary untuk mengirimkan fotonya. Benar-benar aneh.

Barangkali seperti itulah Gibran. Memilih untuk melakoni cinta platonik. Cinta tanpa tatap muka. Cinta tiada bersua. Cinta yang hanya terukir melalui kata-kata dalam selembar surat.

Gibran ternyata bukan satu-satunya manusia yang melakoni cinta platonik tersebut. Di zaman modern saat ini, ternyata ada banyak orang, terutama remaja, yang terjebak untuk menjalani cinta seperti itu. Hal ini didukung oleh perkembangan teknologi. Benar, sudah menjadi rahasia umum kalau pada masa ini banyak remaja yang menjalin hubungan melalui sekerat pesan di ponsel alias HP.baca selengkapnya


 
klik di sini dunk